Friday, December 1, 2017

Makalah pph 22 dan 23



BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PPH Pasal 22
a.      Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.      Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.      Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.      Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
b.      Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.      Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.      Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.      BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.      Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8.      Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
c.       Tarif PPh Pasal 22
1.      Atas impor :
a.       yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b.      yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.       yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.      Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.      Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.       Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.      Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.       Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.      Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.      Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.      Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.      Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
7.      Atas Penjualan
a.       Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.      Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.       Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.      Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.       Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.  Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
d.      Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2.      Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3.      Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.      Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5.      Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6.      Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.      Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.      Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.      Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
e.       Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2.      Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.      Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.      Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5.      Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
f.       Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1.      PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.      PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
g.      Contoh Soal
PT. Wahana adalah distributor tunggal semen Tiga Roda menjual semen seharga Rp. 400.000.000, kepada PT. Sarana Jaya secara tunai. Tarif PPh pasal 22 sebesar 0.25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
            Ayat jurnal yang disusun oleh PT. Wahana (pihak pemungut) adalah
1.      Saat terjadi transaksi
Tgl
Akun
Debit
Kredit

Kas dan bank
      PPh pasal 22 terutang
      Penjualan
Rp. 401.000.000

Rp.     1.000.000
Rp. 400.000.000
2.      Saat penyetoran PPh pasal 21
Tgl
Akun
Debit
Kredit

PPh pasal 22 terutang
     Kas dan bank
Rp. 401.000.000

Rp. 401.000.000

Ayat jurnal yang disusun oleh PT. Sarana (pihak yang dipungut)
1.      Saat membeli barang
Tgl
Akun
Debit
Kredit

Pembelian
PPh pasal 22
      Kas dan bank
Rp. 400.000.000
Rp.     1.000.000



Rp. 401.000.000

2.      Saat pengkreditas pajak
Tgl
Akun
Debit
Kredit

PPh pasal 22 terutang
     PPh pasal 22

Rp. 1.000.000

Rp. 1.000.000

            Apabila dalam transaksi lainnya ternyata pengenaan PPh pasal 22 bersifat final, maka pencatatan dalam akun PPh pasal 22 tampak dari pihak pemungut. Contoh diatas terlihat bahwa pengenaan PPh pasal 22 bersifat tidak  final. Ayat jurnal yang dibuat pihak pemungut seperti membeli barang dari luar negeri, misalkan PT Sejahtera mengimpor bahan baku dari Malaysia seharga US$ 1.100. Nilai kurs bank pada saat transaksi US$ 1,00= Rp. 9.200.000. nilai kurs pajak saat itu adalah US$ 1,00= Rp. 9.000.000, maka penghitungan pajaknya adalah :
            PPN impor      = 100/110 x Rp. 9.900.000     = Rp. 900.000
            PPh Pasal 22   = 2,5 % x Rp. 9.900.000         = Rp. 247.500
Sedangkan ayat jurnal yang dicatat PT. Sejahtera adalah :
Tgl
Akun
Debit
Kredit

Pembelian
PPN impor
     Utang PPh Pasal 22
     Utang usaha
Rp. 9.000.000
Rp.    900.000


Rp.    247.500
Rp. 9.652.500



II.2 PPH Pasal 23
a.      Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
b.      Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1.      Pemotong PPh Pasal 23:
a.       badan pemerintah;
b.      Subjek Pajak badan dalam negeri;
c.       penyelenggaraan kegiatan;
d.      bentuk usaha tetap (BUT);
e.       perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f.       Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.      Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a.       WP dalam negeri;
b.      BUT
c.       Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1.      15% dari jumlah bruto atas:
a.      dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
b.      hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2.      2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.      2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4.      2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
a.      Jasa penilai;
b.      Jasa Aktuaris;
c.       Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d.      Jasa perancang;
e.       Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f.       Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g.      Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h.      Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i.        Jasa penebangan hutan
j.        Jasa pengolahan limbah
k.      Jasa penyedia tenaga kerja
l.        Jasa perantara dan/atau keagenan;
m.    Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;
n.      Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o.      Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p.      Jasa mixing film;
q.      Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r.       Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
s.       Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
t.        Jasa maklon
u.      Jasa penyelidikan dan keamanan;
v.      Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w.    Jasa pengepakan;
x.      Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
y.      Jasa pembasmian hama;
z.       Jasa kebersihan atau cleaning service;
5.      Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6.      Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
a.      Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
b.      Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
c.       Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
d.      Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
a.       Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
b.      Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
d.      Pengecualian dari pemotongan pajak penghasilan pasal 23
1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2.      Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa dengan hak opsi.
3.      Deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2c) undang undang PPh.
4.      Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf l undang undang PPh.
5.      Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota.
6.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.
e.       Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2.      Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3.      Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a.       dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b.      bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c.       Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d.      SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e.       Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.



f.       Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
1.      PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2.      PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3.      SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pa.da hari kerja berikutfnya.
g.      Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
h.      Contoh Soal
PT Naroda membayar bunga pinjaman kepada PT Nakula sebesar
Rp 200.000.000,00 atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
Ayat jurnal-jurnal yang dibuat oleh PT Nakoda (pemberi hasil) :
1.      Saat pembayaran
Tgl
Akun
Debit (Rp)
Kredit (Rp)

Biaya Bunga
      PPh Pasal 23 Terhutang
      Kas dan Bank
200.000.000,00

  30.000.000,00
170.000.000,00

2.      Saat menyetor ke Kas Negara melalui bank Persepsi
Tgl
Akun
Debit (Rp)
Kredit (Rp)

PPh Pasal 23 Terhutang
      Kas dan Bank
30.000.000,00

30.000.000,00

Ayat jurnal yang dibuat oleh PT Nakula (Penerima hasil)
1.      Saat menerima bunga
Tgl
Akun
Debit (Rp)
Kredit (Rp)

Kas dan Bank
PPh Pasal 23
       Penghasilan Bunga
170.000.000,00
  30.000.000,00


200.000.000,00


2.      Saat pengkreditan
Tgl
Akun
Debit (Rp)
Kredit (Rp)

PPh Terhutang
      PPh Pasal 23
30.000.000,00

30.000.000,00


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pemungutan PPh Pasal 22 membebankan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah(BUMN) maupun swasta, yang melakukan kegitan perdagangan terkait dengan ekspor,impor atau re-impor. Tarif untuk pajak jenis ini bervariasi dan bergantung dari pemungut serta objek dan jens transaksinya. Pemungutan PPh Pasal 23 memotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegitan selalin yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terhutang oleh badan pemerintah atau subjec dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahhan luar negerilainnya.


DAFTAR PUSTAKA


Waluyo.2010.AKUNTANSI PAJAK.EDISI 3.Jakarta:penerbit  Salemba empat.

No comments:

Post a Comment