BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 PPH Pasal 22
a.
Pengertian
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
b.
Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
(DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas
pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja
daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan
Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi
Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam
bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan
industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
c.
Tarif
PPh Pasal 22
1. Atas impor :
a. yang menggunakan Angka Pengenal
Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b. yang tidak menggunakan API, 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh
setengah persen) dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan
oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak
Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak
Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak
Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau
penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 0,25% dari harga pembelian
tidak termasuk PPN.
6. Atas impor kedelai, gandum, dan
tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
7. Atas Penjualan
a. Pesawat udara pribadi dengan harga
jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan
lebih dari 500 m2.
d. Apartemen, kondominium,dan
sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00
dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e. Kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan
PPnBM.
8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong
100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
d.
Pengecualian
Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan
barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang
PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari
Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya
nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen
BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh
pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan
bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses
untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan
dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring
Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam
kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan
atau beras oleh Bulog.
e.
Saat
Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan
dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat
pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat
penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan
Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
f.
Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir
dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh
Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank
devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP
secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran
pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus
dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling
lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut
atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada
hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran
laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut
Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas )
hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut
atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut
atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan
hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh
pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti
pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran
laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut
Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
g. Contoh Soal
PT. Wahana
adalah distributor tunggal semen Tiga Roda menjual semen seharga Rp.
400.000.000, kepada PT. Sarana Jaya secara tunai. Tarif PPh pasal 22 sebesar
0.25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
Ayat jurnal yang disusun oleh PT.
Wahana (pihak pemungut) adalah
1.
Saat terjadi transaksi
Tgl
|
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
Kas dan bank
PPh pasal 22 terutang
Penjualan
|
Rp.
401.000.000
|
Rp. 1.000.000
Rp.
400.000.000
|
2.
Saat penyetoran PPh pasal 21
Tgl
|
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
PPh pasal 22
terutang
Kas dan bank
|
Rp.
401.000.000
|
Rp.
401.000.000
|
Ayat jurnal yang disusun oleh PT.
Sarana (pihak yang dipungut)
1.
Saat membeli barang
Tgl
|
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
Pembelian
PPh pasal 22
Kas dan bank
|
Rp.
400.000.000
Rp. 1.000.000
|
Rp.
401.000.000
|
2.
Saat pengkreditas pajak
Tgl
|
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
PPh pasal 22
terutang
PPh pasal 22
|
Rp. 1.000.000
|
Rp. 1.000.000
|
Apabila dalam transaksi lainnya
ternyata pengenaan PPh pasal 22 bersifat final, maka pencatatan dalam akun PPh
pasal 22 tampak dari pihak pemungut. Contoh diatas terlihat bahwa pengenaan PPh
pasal 22 bersifat tidak final. Ayat
jurnal yang dibuat pihak pemungut seperti membeli barang dari luar negeri,
misalkan PT Sejahtera mengimpor bahan baku dari Malaysia seharga US$ 1.100.
Nilai kurs bank pada saat transaksi US$ 1,00= Rp. 9.200.000. nilai kurs pajak
saat itu adalah US$ 1,00= Rp. 9.000.000, maka penghitungan pajaknya adalah :
PPN impor = 100/110 x Rp. 9.900.000 =
Rp. 900.000
PPh Pasal 22 = 2,5 % x Rp. 9.900.000 =
Rp. 247.500
Sedangkan ayat
jurnal yang dicatat PT. Sejahtera adalah :
Tgl
|
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
Pembelian
PPN impor
Utang PPh Pasal 22
Utang usaha
|
Rp. 9.000.000
Rp. 900.000
|
Rp. 247.500
Rp. 9.652.500
|
II.2 PPH Pasal 23
a. Pengertian
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
b. Pemotong dan Penerima Penghasilan
yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23:
a. badan pemerintah;
b. Subjek Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya;
f. Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT
c. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto atas:
a.
dividen
kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan
royalti;
b.
hadiah
dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan
jasa lainnya, yaitu:
a.
Jasa
penilai;
b.
Jasa
Aktuaris;
c.
Jasa
akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d.
Jasa
perancang;
e.
Jasa
pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f.
Jasa
penunjang di bidang penambangan migas;
g.
Jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h.
Jasa
penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i.
Jasa
penebangan hutan
j.
Jasa
pengolahan limbah
k.
Jasa
penyedia tenaga kerja
l.
Jasa
perantara dan/atau keagenan;
m.
Jasa
di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI
dan KPEI;
n.
Jasa
kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o.
Jasa
pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p.
Jasa
mixing film;
q.
Jasa
sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan;
r.
Jasa
instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s.
Jasa
perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
t.
Jasa
maklon
u.
Jasa
penyelidikan dan keamanan;
v.
Jasa
penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w.
Jasa
pengepakan;
x.
Jasa
penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media
lain untuk penyampaian informasi;
y.
Jasa
pembasmian hama;
z.
Jasa
kebersihan atau cleaning service;
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong
100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto
adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
tidak termasuk:
a.
Pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;
b.
Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
c.
Pembayaran
kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
d.
Pembayaran
penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah
yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
a. Atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa katering;
b. Dalam hal penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
d.
Pengecualian
dari pemotongan pajak penghasilan pasal 23
1. Penghasilan
yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang
dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa dengan hak opsi.
3. Deviden
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima
oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2c) undang undang
PPh.
4. Bagian laba
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf l undang undang PPh.
5. Sisa hasil
usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota.
6. Penghasilan
yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan
menteri keuangan.
e. Penghitungan PPh Pasal 23 terutang
menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan
dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1.
Penghasilan
yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang
sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba
yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur
pinjaman dan/atau pembiayaan.
f. Saat Terutang, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir
bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo
pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong
Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran
atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pa.da hari kerja berikutfnya.
g.
Bukti
Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang
telah dipotong PPh Pasal 23.
h. Contoh Soal
PT Naroda membayar bunga pinjaman
kepada PT Nakula sebesar
Rp 200.000.000,00 atas pembayaran
tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
Ayat jurnal-jurnal yang dibuat oleh PT
Nakoda (pemberi hasil) :
1.
Saat pembayaran
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Biaya Bunga
PPh Pasal 23 Terhutang
Kas dan Bank
|
200.000.000,00
|
30.000.000,00
170.000.000,00
|
2.
Saat menyetor ke Kas Negara melalui
bank Persepsi
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
PPh Pasal 23
Terhutang
Kas dan Bank
|
30.000.000,00
|
30.000.000,00
|
Ayat jurnal yang dibuat oleh PT Nakula
(Penerima hasil)
1.
Saat menerima bunga
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Kas dan Bank
PPh Pasal 23
Penghasilan Bunga
|
170.000.000,00
30.000.000,00
|
200.000.000,00
|
2. Saat
pengkreditan
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
PPh
Terhutang
PPh Pasal 23
|
30.000.000,00
|
30.000.000,00
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemungutan PPh Pasal 22 membebankan pada badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah(BUMN) maupun swasta, yang melakukan kegitan perdagangan terkait
dengan ekspor,impor atau re-impor. Tarif untuk pajak jenis ini bervariasi dan
bergantung dari pemungut serta objek dan jens transaksinya. Pemungutan PPh
Pasal 23 memotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegitan selalin yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang
dibayarkan atau terhutang oleh badan pemerintah atau subjec dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahhan luar negerilainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo.2010.AKUNTANSI
PAJAK.EDISI 3.Jakarta:penerbit
Salemba empat.
No comments:
Post a Comment