MAKALAH
Tugas Seni Budaya
Dengan Tema
“BATIK”
Oleh:
Nensi Mira Agustin (X IIS 1)
SMAN 1 SAMBIT
PONOROGO
Daftar Isi
1.
KATA PENGHANTAR.........................................
2.
PENDAHULUAN..................................................
3.
KERANGKA TEORI.............................................
4.
PEMBAHASAN....................................................
5.
PENUTUP.............................................................
6.
DAFTAR PUSTAKA.............................................
KATA PENGHANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur alhamdulillah
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan taufiq serta hidayah nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan baik.
Dengan selesainya penyusunan
makalah ini saya penyusun menyampaikan terima kasih sebesar besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan.
Makalah ini saya susun dengan
maksud dan tujuan membantu agar dapat mengetahui banyak hal tentang seni budaya
dan semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penyusun
Nensi
Mira Agustin
PENDAHULUAN
vLatar Belakang
Batik merupakan seni
menggambar atau melukis di atas kain mori dengan pola tertentu dengan
menggunakan malam dan canting. Kata batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba”
yang berarti menulis, dan “tik” yang berarti titik. Namun tidak semua motif
batik bergambar titik saja.
Setiap motif dari
batik adalah simbol dari peristiwa besar yang dituangkan dalam bentuk gambar
dengan menggunakan canthing. Pada zaman dahulu motif batik memiliki nilai
tersendiri yang berbeda-beda maknanya dan tidak semua orang bisa menggunakan
motif batik, misalnya saja motif Lereng atau Parang. Motif ini merupakan salah
satu contoh batik larangan. Batik larangan ialah batik yang hanya boleh
digunakan oleh keluarga kerajaan/bangsawan. Namun sekarang ini motif tersebut
sudah bisa dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat.
1. Rumusan Masalah
2. Apakah Batik itu ?
3. Bagaimana Filosofi
batik ?
4. Motif apa saja yang
di gunakan dalam membatik ?
5. Bagaimanakah
langkah-langkah untuk membatik ?
vTujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan tentang kebudayaan, terutama tentang sejarah batik
tradisional Indonesia, mengetahui jenis-jenis batik berdasarkan gologannya
masing-masing dan mengetahui cara pembuatan batik. Serta diharapkan agar warga
indonesia mencintai dan melestarikan kebudayaan batik. Sehingga batik yang ada
diIndonesia terus berkembang dan diakui keberadaannya di seluruh dunia.
KERANGKA
TEORI
Batik merupakan
kebudayaan khas bangsa Indonesia yang sudah ada sejak masa kerajaan majapahit.
Untuk lebih memantapkan pemahaman kita tentang batik, ada baiknya kita tahu
tentang sejarah batik Indonesia. Batik secara historis berasal dari zaman nenek
moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.
Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan
tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan,
yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman, beralih pada motif abstrak
yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
Selanjutnya melalui
penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik
tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Khasanah budaya Bangsa Indonesia
yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik
tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Misalnya batik Pekalongan,
Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah lain di Indonesia memiliki corak atau
motif sesuai dengan kekhasan daerahnya.
Dalam
perkembangannya, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya
meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu
senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana,
kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
PEMBAHASAN
vPengertian Batik
Batik adalah salah
satu cara pembuatan bahan kain. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal.
Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam, teknik ini
adalah salah satu bentuk seni kuno yang berguna untuk mencegah pewarnaan
sebagian dari kain. Dalam literature Internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik
tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan
motif dan budaya yang terkait.
Batik juga termasuk
jenis kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di
masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian,
sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif bagi kaum
perempuan. Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik
otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai “Batik Cap dan Batik
Cetak”, yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Pengecualian
bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti
yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir
pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Sementara batik tradisional
yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam
disebut batik tulis.
Tradisi membatik pada
mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif
dapat dikenal berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik
tradisonal hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
vFilosofi Batik
Selain proses
pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan serangkaian ritual khusus,
batik juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya. Hal ini
terkait dengan sejarah penciptaan motif batik sendiri yang biasanya diciptakan
oleh sinuwun, permaisuri atau putri-putri kraton yang semuanya mengandung
falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya.
Sebagai raja Jawa
yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya
menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri ageman Mataram
yang berbeda dengan pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja
pendiri kerajaan Mataram, maka oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut
hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana.Motif
Parang Rusak misalnya. Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati, pendiri
Keraton Mataram. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram,
Senopati sering bertapa di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi
oleh jajaran pegunungan seribu yang tampak seperti pereng (tebing) berbaris.
Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah
menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari
tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga
lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang
Rusak.
Motif larangan
tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik
yang termasuk larangan antara lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh,
Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris,
Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang
rusak.
Semenjak perjanjian
Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik,
diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal
inilah yang kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan
budaya, termasuk pula khazanah batik.
Kalaupun batik di
Keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya
tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul
Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles,
perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan
motif batik tlatah tersebut.
Menurut KRAy SM
Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan tersebut
diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun
Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan
batik parang rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati.
Batik tradisional di
lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar
putih yang mencolok bersih. Pola geometri Keraton Kasultanan Yogyakarta sangat
khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik.
Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik
Keraton KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta.
Jika warna putih
menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan atau
krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak
adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton
Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono
X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada
batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya.
Dua pola batik yang
terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak
sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo.
Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain: Ceplok Blah
Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya.
Begitulah. Batik
painting pada awal kelahirannya di lingkungan kraton dibuat dengan penuh
perhitungan makna filosofi yang dalam. Kini, batik telah meruyak ke luar
wilayah benteng istana menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal
melalui teknik printing atau melalui proses lainnya. Bahkan diperebutkan
sejumlah negara sebagai produk budaya miliknya.
Pola Parang Rusak
Barong, diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusum a yang ingin mengekspresikan
pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan kesadaran
sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta. Kata barong
berarti sesuatu yang besar dan hal ini tercermin pada besarnya ukuran motif
tersebut pada kain. Merupakan induk dari semua pola parang, pola barong dulu
hanya boleh dikenakan oleh seorang raja. Mempunyai makna agar seorang raja
selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.
Motif parang sendiri
mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti Parang Rusak
Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Karena
penciptanya pendiri Keraton Mataram, maka oleh kerajaan, motif-motif parang
tersebut hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh
dipakai oleh rakyat biasa. Jenis batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok
“batik larangan”.
Bila dilihat secara
mendalam, garis-garis lengkung pada motif parang sering diartikan sebagai ombak
lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah
raja. Komposisi miring pada parang juga melambangkan kekuasaan, kewibawaan,
kebesaran, dan gerak cepat sehingga pemakainya diharapkan dapat bergerak cepat.
Menurut penuturan
Mari S Condronegoro, pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif parang
menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan
menjadi ketentuan yang termuat dalam Pranatan Dalem Jenenge Panganggo
Keprabon Ing Karaton Nagari Ngajogjakarta tahun 1927. “Selain motif Parang
Rusak Barong, motif Batik Larangan pada zaman itu adalah, motif Semen, Udan
Liris, Sawat dan Cemungkiran,” jelasnya.
Motif batik Semen
yang mengutamakan bentuk tumbuhan dengan akar sulurnya ini bermakna semi atau
tumbuh sebagai lambang kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Sedangkan motif
Udan Liris termasuk dalam pola geometris yang tergolong motif lereng disusun
secara garis miring diartikan sebagai hujan gerimis yang menyuburkan tumbuhan
dan ternak.
Secara keseluruhan,
motif yang juga tersusun dari motif Lidah Api, Setengah Kawung, Banji, Sawut,
Mlinjon, Tritis, ada-ada dan Untu Walang yang diatur diagonal memanjang ini
bermakna pengharapan agar pemakainya dapat selamat sejahtera, tabah dan
berprakarsa dalam menunaikan kewajiban bagi kepentingan nusa dan bangsa.
Motif lain Sawat
bermakna ketabahan hati. Sedangkan motif Cemungkiran yang berbentuk seperti
lidah api dan sinar merupakan unsur kehidupan yang melambangkan keberanian,
kesaktian, ambisi, kehebatan, dan keagungan yang diibaratkan seperti Dewa Syiwa
yang dalam masyaraka Jawa dipercaya menjelma dalam diri seorang raja sehingga
hanya berhak dipakai oleh raja dan putra mahkota.
Seiring dengan
perkembangan zaman, Batik Larangan sudah tidak sekuat dulu lagi dalam
penerapannya. Bahkan, motif-motif tersebut sekarang sudah banyak dikenakan
masyarakat di luar tembok keraton. Kendati begitu, Mari S Condronegoro dan
GBRAy Hj Murdhokusumo menghimbau masyarakat umum yang bukan kerabat keraton
untuk tidak mengenakan motif tersebut, terutama Parang Rusak Barong saat berada
di dalam tembok keraton, untuk menjaga wibawa Sultan.
Lebih lanjut, Gusti
Murdhokusumo mengatakan bahwa batik akan selalu menandai setiap peristiwa penting
dalam kehidupan manusia Jawa sejak lahir hingga ajal tiba. Menurutnya, ada
beberapa motif batik yang sebaiknya dikenakan pada peristiwa-peristiwa penting
yang dialami masyarakat Jawa. Peristiwa kelahiran misalnya, sebaiknya jabang
bayi dialasi dengan kain batik tua milik neneknya atau kopohan yang berarti
basah. Ini mengandung harapan agar si bayi berumur panjang seperti sang nenek.
Untuk pernikahan,
disarankan mempelai mengenakan kain batik dengan motif yang berawalan dengan
“sida”, seperti Sidamulya, Sidaluhur, Sida Asih, dan Sidomukti. Atau kalau
tidak, bisa mengenakan motif Truntum, Wahyu Tumurun, Semen Gurdha, Semen Rama
dan Semen Jlekithet. Masing-masing mengandung maksud agar kedua mempelai
mendapat kebahagiaan, kemakmuran dan menjadi orang terpandang.
“Yang pasti, pengantin jangan
mengenakan motif Parang Rusak agar rumah tangganya terhindar dari kerusakan dan
malapetaka,” ungkapnya. Sebaliknya, ketika akan melayat ke tempat keluarga yang
sedang kesripahan (meninggal dunia) maka sebaiknya mengenakan kain batik yang
berwarna dasar hitam dan menghindari batik dengan warna dominan putih seperti
motif parang. Jenis batik yang cocok untuk melayat, misalnya motif Semen Gurda
atau motif lain yang warna dasar senada.
vMotif Batik
ü Batik Kraton
Penjelasan :
awal mula dari semua jenis batik yang berkembang di Indonesia. Motifnya
mengandung makna filosofi hidup. Batik-batik ini dibuat
oleh para putri kraton dan juga pembatik-pembatik ahli yang hidup di lingkungan
kraton. Pada dasarnya motifnya terlarang untuk digunakan oleh orang “biasa”
seperti motif Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak termasuk Batik Udan
Liris, dan beberapa motif lainnya.
ü Batik Cuwiri
Penjelasan : meruapakan
motif batik yang menggunakan zat pewarna soga alam. Biasanya batik ini
digunakan untuk semekan dan kemben, juga digunakan pada saat upacara mitoni.
Motif batik ini kebanyakan menggunakan unsur meru dan gurda. Cuwiri sendiri
memiliki arti kecil-kecil dan diharapkan untuk pemakainya pantas dan dihormati.
ü Batik Pringgondani
Penjelasan : Nama kesatriyan
tempat tinggal Gatotkaca putera Werkudara. Motif ini biasanya ditampilkan dalam
warna-warna gelap seperti biru indigo (biru nila) dan soga-coklat, serta penuh
sulur-suluran kecil yang diselingi dengan naga.
ü Batik Sekar Jagad
Penjelasan : salah satu
motif batik khas Indonesia. Motif ini mengandung makna kecantikan dan keindahan
sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan
bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata “kar jagad” yang diambil
dari bahasa Jawa (Kar=peta; Jagad=dunia), sehingga motif ini juga melambangkan
keragaman di seluruh dunia.
ü Batik Sida Luhur
Penjelasan :
Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang
banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti
jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida”
mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Motif Sida Luhur
(dibaca Sido Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan
dapat menjadi panutan masyarakat.
ü Batik Kawung
Penjelasan : Motif Kawung berpola
bulatan mirip buah Kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai
buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini juga
diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun
bunga yang merekah. Lotus adalah bunga yang melambangkan umur panjang dan
kesucian. Biasanya motif-motif Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya
bentuk bulat-lonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu. Misalnya :
Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh bentuk bulatan yang kecil.
Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang bentuknya kecil. Sedangkan
Kawung Bribil adalah motif-motif kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih
besar daripada kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang
bentuknya lebih besar daripada picis dan bernilai setengah sen. Sedangkan
kawung yang bentuknya bulat-lonjong lebih besar daripada Kawung Bribil disebut
Kawung Sen.
ü Batik Semen Rama
Penjelasan :
dimaknai sebagai penggambaran dari “kehidupan yang semi” (kehidupan yang
berkembang atau makmur). Terdapat beberapa jenis ornamen pokok pada motif-motif
semen. Yang pertama adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan, seperti tumbuh-tumbuhan
atau binatang berkaki empat. Kedua adalah ornament yang berhubungan dengan
udara, seperti garuda, burung dan megamendung. Sedangkan yang ketiga adalah
ornament yang berhubungan dengan laut atau air, seperti ular, ikan dan katak.
Jenis ornament tersebut kemungkinan besar ada hubungannya dengan paham Triloka
atau Tribawana. Paham tersebut adalah ajaran tentang adanya tiga dunia; dunia
tengah tempat manusia hidup, dunia atas tempat para dewa dan para suci, serta
dunia bawah tempat orang yang jalan hidupnya tidak benar/dipenuhi angkara
murka. Selain makna tersebut motif Semen Rama (dibaca Semen Romo) sendiri
seringkali dihubungkan dengan cerita Ramayana yang sarat dengan ajaran Hastha
Brata atau ajaran keutamaan melalui delapan jalan. Ajaran ini adalah wejangan
keutamaan dari Ramawijaya kepada Wibisana ketika dinobatkan menjadi raja
Alengka. Jadi “Semen Romo” mengandung ajaran sifat-sifat utama yang seharusnya
dimiliki oleh seorang raja atau pemimpin rakyat.
ü Batik Sida Asih
Penjelasan :
Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang
banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti
jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida”
mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Makna dari motif
Sida Asih (dibaca Sido Asih) adalah harapan agar manusia mengembangkan rasa
saling menyayangi dan mengasihi antar sesama.
ü Batik Tambal
Penjelasan :
Tambal memiliki arti tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal
yang rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju
kehidupan yang lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif
tambal dipercaya bisa membantu kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah
dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan kain motif tambal. Kepercayaan
ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang kurang”, sehingga
untuk mengobatinya perlu “ditambal”.
ü Batik Sida Mukti
Penjelasan :
Sida Mukti meruapakan motif batik yang biasanya terbuat dari zat
pewarna soga alam. Biasanya digunakan sebagai kain dalam upacara perkawinan.
Unsur motif yang tekandung didalamnya adalah gurda. Motif-motif berawalan sida
(dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata
“sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif
berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai.
Salah satunya adalah sida mukti, yang mengandung harapan untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin.
vCara Membatik
Mari bersama kita
melestarikan budaya batik dan kesenian Bangsa dengan mengetahui cara pembuatan
batik tulis. Alat dan bahan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
- Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
- Canting sebagai alat pembentuk motif,
- Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain)
- Lilin (malam) yang dicairkan
- Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
- Larutan pewarna
Adapun tahapan-tahapan dalam
proses pembuatan batik tulis :
1. Langkah pertama
adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif,
biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk
membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif
umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik
yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan
simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar
bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil.
2. Setelah selesai
melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan
canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.
3. Tahap selanjutnya,
menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak
berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar.
Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian
yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
4. Tahap berikutnya,
proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan
mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.
5. Setelah dicelupkan,
kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
6. Setelah kering,
kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin malam
menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada
pewarnaan yang pertama.
7. Kemudian, dilanjutkan
dengan proses pencelupan warna yang kedua.
8. Proses berikutnya,
menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan kain
tersebut dengan air panas diatas tungku.
9. Setelah kain bersih
dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan
penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan
kedua.
10. Proses membuka dan menutup
lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan
kompleksitas motif yang diinginkan.
11. Proses selanjutnya
adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah
digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini
tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian
atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya
luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.
12. Proses terakhir
adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan
menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.
vKesimpulan
Kesimpulan yang bisa
kita ambil dari banyak kasus klaim kebudayaan Indonesia dan penghargaan dari
UNESCO adalah bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara
budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kalinya.
Akhirnya dunia
mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh
bangsa Indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu akan disampaikan secara resmi
oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO).
Pengakuan dilakukan pada 28 September 2009 dan penghargaan resmi pada hari ini
(2 Oktober) di Abu Dhabi.
Pengakuan UNESCO itu
diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh
makna filosofi mendalam. Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan
rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk
melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun-menurun.
Sebagai bentuk
apresiasi terhadap Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga
negara Indonesia untuk memulai memakai batik pada hari ini. Semoga ini menjadi
awal yang baik, untuk selalu nguri-uri kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata
terlambat untuk memulai sesuatu yang baik.
Setelah proses
pengakuan ini apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia
selaku pemilik sah batik? Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak
cara yang bisa kita lakukan sekaligus mempromosikan batik secara kontinyu,
dengan memakai batik sebagai busana kita sehari-hari. Disamping untuk
menghidupkan industri batik secara tidak langsung, kita ikut menjaga kebudayaan
Indonesia.
vSaran
Agar warna batik
berbahan sutra dan serat tidak cepat pudar, awet dan tetap tampak indah.
Mencuci kain batik dengan menggunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu
shampo hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik
dicelupkan.
Anda juga bisa
menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran. Pada
saat mencuci batik jangan digosok. Jangan pakai deterjen. Kalau batik tidak
kotor cukup dicuci dengan air hangat. Sedangkan, kalau kotor, misalnya terkena
noda makanan, bisa dihilangkan dengan sabun mandi atau bila kotor sekali,
seperti terkena buangan knalpot, noda bisa dihilangkan dengan kulit jeruk
dengan mengusapkan sabun atau kulit jeruk pada bagian yang kotor.
Sebaiknya anda
juga tidak menjemur kain batik di bawah sinar matahari langsung (tempat teduh).
Kain batik jangan dicuci dengan menggunakan mesin cuci. Tak perlu memeras kain
batik sebelum menjemurnya. Namun, pada saat menjemur, bagian tepi kain agak
ditarik pelan-pelan supaya serat yang terlipat kembali seperti semula.
Sebaiknya hindari
penyeterikaan. Kalaupun terlalu kusut, semprotkan air di atas kain kemudian
letakkan sebuah alas kain di bagian atas batik itu baru diseterika. Jadi, yang
diseterika adalah kain lain yang ditaruh di atas kain batik.
Disarankan untuk
menyimpan batik dalam plastik agar tidak dimakan ngengat. Jangan diberi kapur
barus, karena zat padat ini terlalu keras sehingga bisa merusak batik.
Sebaiknya, almari tempat menyimpan batik diberi merica yang dibungkus dengan
tisu untuk mengusir ngengat. Alternatif lain menggunakan akar wangi yang
sebelumnya dicelup dulu ke dalam air panas, kemudian dijemur, lalu dicelup
sekali lagi ke dalam air panas dan dijemur. Setelah akar wangi kering, baru digunakan.
Anda sebaiknya juga
tidak menyemprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain atau pakaian
berbahan batik sutera berpewarna alami.
Bila Anda ingin
memberi pewangi dan pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan
langsung pada kainnya. Sebelumnya, tutupi dulu kain dengan koran, baru
semprotkan cairan pewangi dan pelembut kain.
PENUTUP
Segala usaha telah
kami lakukan untuk menyusun pembuatan makalah seni budaya ini. Namun dalam
usaha yang maksimal itu saya menyadari tentu masih ada kekurangan . Untuk itu
saya selalu menerima dan menunggu kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi
Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.
2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment